05 March 2009

Majlis Tahlil Untuk Si Mati

Apa pendapat saudara tentang membaca tahlil kpd si mati.
Ada yg 3 hari berturut-turut, minggu ke 7 dsbnya.

Apakah :necoraman cara terbaik utk kita menghadiahkan kpd si mati?

****************
thtl

Jawab:

Tahlilan kpd si mayyit merupakan tanya-jawab yg agak popular di Ahkam Online dan kami sering sekali menjelaskannya dengan mengambil kira realiti Malaysia yg sudah menjadikan Majlis Tahlil Arwah sebagai kebudayaan nasional. ia sering dianjurkan oleh pemimpin negara yg dipimpin oleh Mufti dan alim ulama tempatan. Fenomena budaya nasional ini sudah tentu mengelirukan generasi muda dan yg baru berjinak dgn Islam dan menyulitkan ahli fiqh untuk menetapkan hukum yg selari dgn salaf assoleh.

Di Indonesia dikatakan amalan Tahlilan dan Selamatan arwah ini berpunca dari amalan nenek moyang (Dr Harun Nasution, Falsafat Agama, Bulan Bintang Jakarta, 1989, ms 28) juga mungkin berasal dari ajaran agama suci Jember yg dipengaruhi oleh ajaran animisme (Dr Kamil Kartapraja, Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, ms 158)
Manakala di Malaysia, dikatakan diambil dari amalan masyarakat Islam Patani berdasarkan manuskrip Lajnah Ulama' Patani, Zamihan alGhari, "Talkin, Tahlil, Kenduri arwah dan Tunggu Kubur", 2002). Imam Muhammad Rashid Ridha ketika mentafsirkan surah alAn'am ayat 164: "tidaklah seseorang berbuat dosa, melainkan mudharatnya kembali pada dirinya sendiri, dan seorang yg berdosa tidak akan memikul dosa orang lain."

Kata Imam Ridha, jika urusan itu berkait dgn ibadah, jika tiada ketentuan nas dari AQ atau alhadis, maka wajiblah kita KIV atau vaccum (menghindarinya ). Adapun amalan tahlil, menghadiahkan pahala bacaan pada mayyit begitu popular di kalangan arab badui dan tersebar luas di kalangan manusia, namun hal itu tidak didasarkan pada hadis sahih dan juga tidak dgn hadis dha'eef..maka dihukumkan sebagai BID'AH agama.

Tahlilan bermaksud suatu perhimpunan di rumah si mayyit, di mana khalifah majlis tahlil akan membaca sedikit alQur'an (ayat2 tertentu), kalimah La ilaha illa Allah, SubhanaLLah, dan lain dgn niat pahala bacaan itu dikirimkan kepada arwah.
Amalan begini mendapat tentangan yg masyhur di kalangan Syafi'iyah, antaranya:
Imam Syaraf anNawawi (Syarah Sahih Muslim , 1/9)
alhafeedz Ibn Hajar alHaithami (Fatawa alkubra, 2/9)
Imam alMuzani, Hamisy alUmm, 7/269
Imam alKhazain, Tafsirnya, 4/236
Tafsir alJalalain, 2/197
Imam alhafeedz Ibn Katheer, tafsir alQur'an alAzeem, pada surah anNajm: ayat 39

============
Majlis do'a selamat, ialah berkumpul beramai-ramai di rumah si mati dgn dihidangkan makanan oleh keluarga si mati pada hari ke 2,3, 7, 40, 100 atau sebagainya, dikenali dgn nama Majlis Selamatan di Indonesia. Ini juga jelas bertentangan dgn Syafi'iyah, sebagai berikut:
a. Bid'ah mungkarat menurut kitab I'anat Tolibin, syarah Fathul Mu'in, 2/145
b. alUmm Jld 1/ms 248 (Imam Syafi'iy benci pada mat'am (amalan berkumpul di rumah si mati)
c. pengarang Mughny Muhtaj, 1/268; ia haram dan menyamai nihayah (meratap)
d. Imam syaraf anNawawi, alMajmu, 5/286: Bid'ah yg tidak disunatkan. DLL

Bab ke 2:

Apakah sumbangan terbaik orang hidup kepada si mati.
Ibn Qayyim (Zaad alMa'ad): amalan terbaik utk mayat:

1. sedeqah atas nama mayat, sebaiknya sedekah yg kekal dan lama kegunaannya
2. berdo'a dan memohon keampunan atasnya (yg paling utama ketika solat jenazah)
3. mengerjakan haji atasnya.

Sebaiknya dilakukan oleh anak-anaknya kerana anak adalah hasil tuaian si mati. Fiqh Sunnah. WA

3 comments:

Unknown said...

Salam. Terdapat juga amalan orang kampung yang menghantar dulang makanan ke rumah tok imam dengan niat nak bersedekah kpd si mati (sebagai ganti kenduri arwah bagi yang tidak mampu mengadakan besar2an). tok imam akan baca kan tahlil dan doa. kemudian tok imam dan ahli keluarganya akan makan makanan tersebut. Apakah hukumnya amalan ini?

sandhi said...

Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kenduri kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN TERLARANG, BID’AH TERCELA (BID’AH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH.
Berikut apa yang tertulis pada keputusan itu :

MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
TENTANG
KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH


MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 TENTANG KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH

TANYA :
Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?

JAWAB :
Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.


KETERANGAN :
Dalam kitab I’anatut Thalibin Kitabul Janaiz:
“MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk berta’ziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: ”kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN ( YANG DILARANG ).”

Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan :
“Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan tentang yang dilakukan pada hari ketiga kematian dalam bentuk penyediaan makanan untuk para fakir dan yang lain, dan demikian halnya yang dilakukan pada hari ketujuh, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses ta’ziyah jenazah.
Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”, bagaimana hukumnya.”
Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BID’AH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (rastsa’).
Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untuk menangkal “OCEHAN” ORANG-ORANG BODOH (yaitu orang-orang yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh, dst-penj.), agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi  terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat.
Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris).

SELESAI, KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926

 REFERENSI : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman 15-17), Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.

 CATATAN : Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa bacaan atau amalan yang pahalanya dikirimkan/dihadiahkan kepada mayit adalah tidak dapat sampai kepada si mayit. Lihat: Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim 1 : 90 dan Takmilatul Majmu’ Syarah Muhadzab 10:426, Fatawa al-Kubro (al-Haitsami) 2:9, Hamisy al-Umm (Imam Muzani) 7:269, al-Jamal (Imam al-Khozin) 4:236, Tafsir Jalalain 2:19 Tafsir Ibnu Katsir ttg QS. An-Najm : 39, dll.

Lokman said...

Untuk pengetahuan umum, kaifiat tahlilan, yasinan dan doa selamat terdapat dalam kitab "senjata tok haji dan tok lebai" yang ditulis oleh Syeikh Qadir Al-Mandili Indonesia.Beliau adalah salah seorang guru di masjid Haram

Post a Comment